Sel. Jan 14th, 2025
Banyak Perusahaan Ogah Rekrut Gen Z Jadi Karyawan

Banyak Perusahaan Ogah Rekrut Gen Z Jadi Karyawan, Apa Alasannya?

Banyak Perusahaan Ogah Rekrut Gen Z Jadi Karyawan, yang umumnya lahir antara tahun 1997 dan 2012, kini mulai memasuki dunia kerja dengan antusiasme yang tinggi. Namun, ada tren yang cukup mengkhawatirkan di kalangan perusahaan: banyak yang ogah merekrut karyawan dari generasi ini. Meskipun Gen Z dikenal inovatif dan mahir teknologi, ada beberapa alasan mengapa perusahaan lebih berhati-hati dalam menerima mereka sebagai karyawan tetap.

Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa banyak perusahaan enggan merekrut Gen Z.


1. Ekspektasi Karier yang Terlalu Tinggi

Salah satu keluhan yang sering disuarakan oleh perusahaan terkait Gen Z adalah ekspektasi karier mereka yang sangat tinggi. Mereka sering kali menginginkan gaji besar, lingkungan kerja yang fleksibel, serta peluang cepat untuk naik jabatan, bahkan ketika mereka baru saja memulai karier.

Generasi ini tumbuh di era digital di mana kesuksesan terlihat cepat dan mudah diakses, terutama melalui media sosial. Banyak dari mereka terinspirasi oleh influencer dan entrepreneur muda yang tampak sukses tanpa harus melalui proses yang panjang. Sayangnya, dalam dunia kerja nyata, perkembangan karier sering kali membutuhkan waktu dan kesabaran. Perusahaan merasa sulit untuk memenuhi ekspektasi ini, yang kemudian membuat Gen Z cenderung cepat kecewa dan bahkan berpikir untuk pindah pekerjaan.

2. Loyalitas yang Rendah terhadap Perusahaan

Loyalitas karyawan merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan sebuah perusahaan. Namun, Gen Z dikenal kurang memiliki loyalitas terhadap perusahaan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Menurut beberapa studi, mereka cenderung lebih sering berganti pekerjaan atau bahkan pindah karier jika merasa tidak puas atau tidak mendapatkan tantangan yang sesuai.

Perusahaan yang menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk melatih karyawan baru tentu berharap bisa menjaga karyawan tersebut dalam jangka panjang. Namun, dengan tingkat loyalitas yang rendah, mereka merasa ragu untuk merekrut Gen Z karena takut kehilangan karyawan setelah waktu singkat.

3. Kebutuhan akan Pekerjaan yang Bermakna

Bagi banyak Gen Z, pekerjaan bukan hanya tentang gaji atau stabilitas finansial, tetapi juga tentang memberikan dampak positif atau memiliki makna yang mendalam. Mereka cenderung lebih memilih bekerja di perusahaan yang memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan prinsip hidup mereka, seperti keberlanjutan, tanggung jawab sosial, atau kesejahteraan mental.

Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi perusahaan yang berfokus pada keuntungan finansial atau yang tidak terlalu memperhatikan isu-isu sosial. Perusahaan harus lebih berusaha untuk menciptakan budaya kerja yang selaras dengan nilai-nilai yang dicari oleh Gen Z agar bisa menarik dan mempertahankan mereka sebagai karyawan.

4. Ketergantungan Berlebihan pada Teknologi

Tidak bisa disangkal, Gen Z adalah generasi yang sangat mahir menggunakan teknologi. Namun, ketergantungan mereka pada teknologi ini kadang menjadi kelemahan di tempat kerja. Beberapa perusahaan mengeluhkan bahwa Gen Z lebih suka berkomunikasi melalui pesan singkat atau aplikasi, daripada melakukan percakapan langsung atau menghadiri rapat tatap muka.

Komunikasi langsung dan tatap muka masih sangat penting di banyak perusahaan, terutama dalam membangun relasi dan menyelesaikan masalah kompleks. Ketidaknyamanan Gen Z dalam berinteraksi secara langsung bisa menimbulkan tantangan dalam kerja tim dan kolaborasi di lingkungan kerja yang lebih tradisional.

5. Sulit Beradaptasi dengan Struktur Perusahaan yang Kaku

Gen Z tumbuh dalam budaya kerja yang lebih fleksibel, di mana istilah seperti remote working atau flexible hours menjadi hal yang lazim. Sayangnya, tidak semua perusahaan memiliki fleksibilitas semacam itu. Banyak perusahaan masih menerapkan struktur kerja yang kaku dengan jam kerja tetap dan aturan yang ketat.

Perbedaan antara harapan fleksibilitas dari Gen Z dan kenyataan di banyak perusahaan tradisional ini sering kali menimbulkan ketegangan. Gen Z mungkin merasa kurang nyaman bekerja dalam aturan yang ketat, sementara perusahaan merasa bahwa generasi ini tidak dapat menyesuaikan diri dengan budaya kerja yang ada.

Baca juga : Pantas Banyak Perusahaan Pecat Karyawan Gen Z

6. Minim Pengalaman Kerja Nyata

Sebagai generasi yang baru memasuki dunia kerja, banyak dari Gen Z yang kurang memiliki pengalaman kerja nyata. Hal ini bisa menjadi kekurangan besar di mata perusahaan, terutama ketika mereka mencari kandidat yang mampu langsung bekerja tanpa terlalu banyak pelatihan.

Sementara Gen Z dikenal cepat belajar, beberapa perusahaan merasa bahwa keterampilan dasar yang diperlukan untuk sukses di dunia kerja, seperti kemampuan berkomunikasi, manajemen waktu, dan etika kerja, masih perlu diasah. Minimnya pengalaman ini membuat perusahaan enggan mengambil risiko dengan merekrut karyawan dari generasi ini.

7. Terlalu Cepat Bosan

Gen Z dikenal sebagai generasi yang cepat bosan. Mereka selalu mencari tantangan baru dan mudah merasa jenuh dengan pekerjaan yang monoton atau tidak menantang. Ketika hal ini terjadi, mereka mungkin akan kehilangan motivasi, yang tentu saja berdampak pada kinerja mereka.

Dalam banyak kasus, perusahaan tidak selalu bisa menyediakan tantangan baru atau pekerjaan yang terus menerus menarik. Situasi ini membuat Gen Z sering kali merasa tidak puas dan akhirnya mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai dengan minat mereka.

8. Gaya Kerja yang Kurang Sesuai

Gaya kerja Gen Z yang lebih mandiri dan cenderung kurang suka diatur sering kali bertabrakan dengan ekspektasi perusahaan yang memiliki struktur hierarki yang jelas. Di banyak perusahaan, masih ada sistem di mana karyawan harus mematuhi instruksi dari atasan secara langsung.

Gen Z yang terbiasa dengan gaya kerja yang lebih bebas kadang merasa kurang cocok dengan model hierarki ini. Akibatnya, mereka mungkin merasa terkekang dan tidak mampu berkontribusi dengan optimal.

9. Ketidaksiapan dalam Menghadapi Stres Kerja

Banyak perusahaan juga melaporkan bahwa Gen Z lebih rentan terhadap stres di tempat kerja di bandingkan generasi sebelumnya. Generasi ini tumbuh dalam lingkungan di mana kesehatan mental menjadi fokus utama, dan mereka lebih sensitif terhadap tekanan di tempat kerja.

Meskipun hal ini positif dari sudut pandang kesadaran akan kesehatan mental, perusahaan mungkin merasa kesulitan ketika harus menghadapi karyawan yang sering kali merasa stres atau burnout. Hal ini bisa mempengaruhi produktivitas dan lingkungan kerja secara keseluruhan.

10. Tantangan dalam Komunikasi Antar Generasi

Perbedaan generasi selalu menghadirkan tantangan tersendiri di tempat kerja. Bagi Gen Z, bekerja dengan generasi yang lebih tua seperti Baby Boomers atau Gen X bisa menjadi tantangan besar. Perbedaan dalam cara pandang, gaya komunikasi, dan pendekatan terhadap pekerjaan sering kali menimbulkan miskomunikasi dan gesekan di lingkungan kerja.

Bagi perusahaan, hal ini bisa menjadi masalah besar karena komunikasi yang buruk akan berdampak pada produktivitas dan kerja tim. Oleh karena itu, perusahaan sering kali memilih untuk tidak merekrut Gen Z guna menghindari potensi konflik antar generasi.

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *